Jumat, 27 Maret 2015
0 komentar

Ungkapan Ungkapan Nyeleneh Orang Liberal dan Bantahannya (Part II)

05.49

  • Prof. Dawam Rahardjo, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah:

"Ahmadiyah (golongan yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi selepas Rasulullah) sama dengan kita… Jadi kita tidak bisa menyalahkan atau membantah akidah mereka, apapun akidah mereka itu".

Komentar:
Ungkapan Dawam itu menyalahi Al-Qur’an:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzaab: 40).

Dan bertentangan dengan hadits:
1092. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Segala urusan Bani Israil diatur oleh para nabi. Apabila seseorang nabi itu meninggal dunia, dia digantikan oleh seorang nabi yang lain. Tetapi sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. Pada suatu ketika nanti akan muncul khalifah. Para sahabat bertanya, ‘Apakah yang anda perintahkan kepada kami?’ Nabi menjawab, ‘Patuhilah perlantikan khalifah yang pertama, kemudian yang seterusnya. Penuhilah hak-hak mereka, sesungguhnya Allah akan menanyakan tentang apa yang telah dipertanggungjawabkan kepada mereka.” (HR. Muttafaq Alaih).


  • Ahmad Baso, aktivis Jaringan Islam Liberal, tokoh muda NU:

"Mushaf Utsmani adalah konstruk Quraisy terhadap Al-Qur’an dengan mengabaikan sumber-sumber Mushaf lainnya".

Komentar:
Ini salah satu hujatan terhadap para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa bukti ilmiah dan akhlak baik, sekaligus untuk menanamkan racun keraguan terhadap kemurnian Al-Qur’an. Allah-lah yang akan menghakiminya bila penguasa di dunia tidak mau.


  • Taufik Adnan Amal, Pengajar Ulumul Qur’an di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Alaudin Makassar:

"…proses tersebut (pembukuan Mushaf Utsmani) masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini."

Komentar:
Yang memiliki sejumlah masalah mendasar bukan pembukuan Mushaf Utsmani, tetapi otak pelontar ini sendiri yang telah dicokok hidungnya oleh para orientalis Yahudi dan Kristen yang anti Islam. Padahal mereka sudah mencari-cari masalah yang ingin mereka sebarkan untuk meragukan kemurnian Al-Qur’an sejak berlama-lama tidak berhasil, maka kini punya murid dari kalangan yang mengaku dirinya Muslim, maka gembiralah mereka. Hanya saja, kenapa untuk menggembirakan orang yang anti Islam, mesti mengorbankan keilmuan dan keyakinan. Itulah masalahnya yang mendasar, dan lebih drastis ketimbang sekadar apa yang ia sebut sejumlah masalah mendasar.


  • Ulil Abshar Abdalla, Koordinator jaringan Islam Liberal:

"Menurut saya, tidak ada yang disebut “hukum Tuhan” dalam pengertian seperti dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dsb".

Komentar:
Ungkapan ini mengingkari ayat Al-Qur’an, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan pernikahan yang dia lakukan sendiri pula, yang tentu saja memakai hukum Islam, yaitu hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau dia nanti mati, mau dikubur dengan cara apa, kalau tidak mengakui adanya hukum Tuhan?

Hukum Tuhan dia anggap tidak ada, tetapi perkataan orang-orang kafir pun dia kais-kais sebagai landasan dalam berbicara dan menulis. Padahal, menirukan perkataan orang kafir itulah kecaman berat yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Bara’ah atau At-Taubah. Nama surat Al-Bara’ah itu sendiri sudah mengandung makna “lepas diri” tidak mau cawe-cawe terhadap kafirin, yaitu Ahli Kitab dan musyrikin plus munafiqin. Tetapi mengapa justru orang-orang yang wajib dibaro’ahi itu oleh Ulil Abshar Abdalla dan sindikatnya dijadikan boss, pemberi dana, pengarah, pembimbing, dan pemberi petunjuk; hingga perkataan nenek moyangnya yang menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala pun dikais-kais untuk dimunculkan sebagai racun terhadap umat Islam? Betapa keblingernya ini.

Kalau orang atheis tidak mengakui adanya Tuhan, maka orang yang menirukannya cukup mengatakan, tidak ada hukum Tuhan.
Kalau orang bertauhid meyakini bahwa Tuhan itu hanya satu, maka orang musyrik menambahnya menjadi dua, tiga, dan banyak. Sebaliknya orang atheis meniadakan Tuhan sama sekali.

Akibatnya, orang bertauhid mengikuti hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala apa adanya. Orang musyrik menambah-nambah dan membuat-buat hukum semau mereka, sedang orang yang tidak percaya Allah maka mereka menganggap hukum Allah tidak ada, lalu mereka membuat sendiri atau menirukan kafirin terdahulu dan menolak hukum apa saja yang dari Allah Ta’ala.

Jadi, kesimpulannya hanyalah menolak hukum Allah, sambil mengais-ngais apa saja yang dari kafirin. Tentu saja setelah duitnya.

Sialnya, kemungkinan nanti dia tidak ke sana tidak ke sini -laa ilaa haaulaa’ walaa ilaa haa ulaa’-. Pihak kafirin tidak percaya kepadanya, sedang pihak mukminin pun marah kepadanya. Tragis benar!


  • Ulil Abshar Abdalla:

"Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi".

Komentar:
Apakah Ulil mendapatkan mandat dari Allah Ta’ala untuk membatalkan ayat-ayat Allah? Di antaranya surat Al-Mumtahanah ayat 10 dan Al-Baqarah ayat 221. Padahal jelas sudah tidak ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi Ulil sedang menangkringkan dirinya sebagai “Tuhan”?

Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yan ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Mumtahanah: 10).

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221).


  • Prof. Dawam Rahardjo, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Presiden III-T Indonesia:

Menurut hemat saya, Ulil justru mengangkat wahyu Tuhan di atas syariat.”

Komentar:
(Bukan mengangkat wahyu Tuhan, tetapi mengangkat dirinya sendiri disejajarkan dengan Tuhan. Sedang yang mendukungnya ini ingin memisahkan syariat dengan wahyu. Jadi sama-sama rusaknya, saling dukung mendukung).


  • Dr. Zainun Kamal, Pengajar Fakultas Ushuluddin Univershtas Islam Negeri Jakarta:

“Hanya sebahagian ulama yang berpendapat muslimah haram menikah dengan non-muslim.”

Komentar:
(Ulama tidak berpendapat pun Al-Qur’an dan Hadits sudah ada. Ulama pun faham bahwa tidak ada ijtihad mengenai yang sudah ada nashnya (teks ayat atau hadits yang sudah jelas dan tegas maknanya).

Ayatnya sudah jelas:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yan ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Mumtahanah: 10).


  • Dr. Muslim Abdurrahman, Tokoh Muhammadiyah:

"Korban Pertama dari Penerapan Syariat Adalah Perempuan".

Komentar:
Ini sama dengan menuduh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mensyariatkan syariat untuk manusia itu zhalim. Perkataan itu sangat terlalu. Kalau Allah dianggap zhalim, apakah justru setan yang adil?

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50).

Orang yang “tidak doyan” syariat model ini kalau buang air apakah tidak cebok? Dan kalau cebok, mungkin merasa dirinya jadi korban syariat. Lantas kalau dirinya mati nanti, menurut Adian Husaini, dipersilakan jasad model orang yang menolak ditegakkannya syariat itu agar dicantelkan saja di pohon, tidak usah dikubur. Karena menguburkan jenazah itu termasuk bagian dari syariat.


  • KH. Abdurrahman Wahid

"Bagi saya, peringatan Natal (Krismas) adalah peringatan kaum Muslimin juga. Kalau kita konsekwen sebagai seorang Muslim merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad, maka adalah harus konsekwen merayakan malam Natal".

Komentar:
Pernyataan Gus Dur itu waktu dia jadi Presiden RI. Meskipun presiden, kalau menyalahi Islam ya tetap salah.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (Al-Maidah: 51).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (At-Taubah: 23).

“Barangsiapa menyerupai dengan suatu kaum maka dia termasuk (golongan) mereka.” (HR. Abu Daud, kata As-Sakhawi ada yang dha’if tapi punya syawahid/saksi-saksi. Ibnu Taimiyah berkata: sanadnya jayyid/baik. Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari berkata, sanadnya hasan/bagus).

Ucapan Abdullah bin Amru bahwa ia berkata, “Barangsiapa membangun di bumi musyrikin dan membuat nairuz dan mahrajan mereka (upacara hari-hari besar kafirin/musyrikin) dan menyerupai dengan mereka sehingga mati maka dia akan dikumpulkan bersama mereka (musyrikin) di Hari Kiamat.” (Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra, lihat Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, dan Faidhul Qadir).


  • Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah, bekas Rektor IAIN Yogyakarta:

“Tafsir-tafsir klasik Al-Qur’an tidak lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat.”.

Komentar:
Ini mengingkari ilmu. Sebab tafsir-tafsir klasik itu menyampaikan warisan ilmu dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang disampaikan kepada para sahabat, diwarisi tabi’in, lalu tabi’it tabi’in, yang kemudian diwarisi para ulama. Dengan cara menafikan makna dan fungsi tafsir-tafsir klasik Al-Qur’an, maka sebenarnya yang akan dibabat justru Al-Qur’annya itu sendiri. Karena kalau umat Islam sudah menafikan tafsir-tafsir klasik Al-Qur’an, maka tidak tahu lagi mana makna yang rajih (kuat) dan yang marjuh (lemah) dalam mengetahui isi Al-Qur’an. Di samping itu, masih mengingkari keadaan manusia. Seakan-akan manusia sekarang ini bukanlah manusia model dulu, tetapi makhluk yang baru sama sekali, tidak ada sifat-sifat kesamaan dengan manusia dulu. Padahal, dari dulu sampai sekarang, dan insya Allah sampai nanti, ciri-ciri dan sifat-sifat manusia itu sama. Yang munafik ya ciri-ciri dan sifat-sifatnya sama dengan munafik zaman dulu. Yang kafir pun demikian. Sedang yang mukmin sama juga ciri dan sifatnya dengan mukmin zaman dulu. Maka Allah telah mencukupkan Islam sebagai agama yang Dia ridhai, dan Al-Qur’an menjadi pedoman sepanjang masa, karena manusia zaman diturunkannya Al-Qur’an itu sifatnya sama dengan zaman sekarang ataupun nanti. Tinggal tergolong yang mana? Mukmin, munafik atau kafir. Hanya itu.

Apalagi hanya tafsirnya, sedang Al-Qur’annya itu sendiri tidak menambah apa-apa kecuali menambah kerugian bagi orang-orang dhalim, dan menambah larinya orang-orang kafir dari kebenaran, memang.

Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (Al Israa’: 82).

“Dan sesungguhnya dalam Al-Qur’an ini Kami telah ulang-ulang (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).” (Al-Israa’: 41).

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber rujukan:
- Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, oleh Hartono Ahmad Jaiz hal. 235-236. Pustaka Al-Kautsar.
- Menangkal Bahaya JIL & FLA, oleh Hartono Ahmad Jaiz hal. 55-72. Pustaka Al-Kautsar.

Dipublikasi pada  oleh Fadhl Ihsan 



0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Top