Kamis, 17 September 2015
0 komentar

Apakah Setiap Ikhtilaf itu Wajib Ditoleransi?

16.59
Syaif Alhaddad
‪#‎Pertanyaan‬

Apakah setiap Ikhtilaf itu wajib ditoleransi?

‪#‎Jawaban‬

Dalam Ilmu Agama, ada Ikhtilafiyah yang dibolehkan & ada pula Ikhtilafiyah yang tak bolehkan.

____________________________

# Ikhtilafiyah yang boleh contohnya:

--> A) adalah perkara yang Nabi membahasnya, namun qaul Nabi tersebut bertindihan satu sama lain (ada dua qaul Nabi yang berbeda namun kekuatannya sama / sama Shahihnya).
Dan Ulama tak mampu menelurus manakah yang keluar dahulu & mana yang akhir, padahal keduanya sama-sama bersih sanadnya (sama-sama Shahih).

-- Contoh perkara:
1) Saat hendak sujud dari takbiratul ihram, apakah tangan dulu atau kaki dulu.
2) Posisi jari disaat tasyahud itu diam, ataukah bergerak naik-turun.

--> B) adalah dalam perkara yang Nabi memang tak membahasnya, sehingga para Ulama terpaksa mengeluarkan Ijtihad mereka masing-masing berdasarkan metode fiqhiyah & dalil-dalil yang bersinggungan, yang mana biasanya akan mengkonsekuensikan perbedaan.

-- Contoh perkara:
1) Duduk akhir dalam Shalat dua rakaat apakah iftirasy atau tawaru'.
2) Apakah berdo'a itu menengadahkan tangan ataukah tidak.

____________________________

# Adapun Ikhtilafiyah yang tak boleh contohnya:

--> A) Al-Qur'an & Hadits Shahih telah terang menjelaskan, namun ada qaul Ulama yang muncul & bertentangan dengan keduanya.

-- Contoh perkara:
1) Ada Ulama membolehkan memilih pemimpin non-Muslim, padahal Al-Qur'an jelas melarang (Lihat: QS. Al-Maidah: 51, QS. Al-Maidah: 57)
2) Ada Ulama membolehkan menikah tanpa wali, padahal jelas-jelas Allah melarang (Lihat: Sunan At-Tirmidzi no. 1101 kitab An-Nikaah, Sunan Abu Dawud no. 2085 kitab An-Nikaah, Sunan Ibnu Majah no. 1881 kitab An-Nikaah, Ahmad no. 19024 & Al-Hakim I/170)
3) Ada Ulama membolehkan menikah sesama jenis, padahal jelas-jelas ini haram akbar (Lihat: Ahmad I/300, Abu Dawud no. 4462, At-Tirmidzi no. 1456, Ibnu Majah no. 2561, Ibnul-Jarud no. 820, dan Al-Hakim IV/355)
4) Ada Ulama membolehkan Ihtihza' (menjadikan perkara Agama sebagai cengengesan), padahal jelas-jelas ini haram akbar ~ (Lihat: QS. At-Taubah: 65, QS. An-Nisa': 140)

--> B) perkaranya sudah disepakati oleh Ulama Salaf (Shahabat), dan tiba-tiba ada Ulama setelahnya yang menyelisihi Ijma' mereka.

-- Contoh perkara:
1) Ada Ulama membolehkan tak mengenakan jilbab (jilbab tidak wajib), padahal para Salaf sudah menjelaskan & berijma' (bersepakat secara berjamaah) tentang kewajibannya.
2) Ada Ulama membolehkan memberontak pada pemimpin yang masih Muslim & membolehkan syi'ar Islam tersebar, padahal para Salaf sudah bersepakat tentang keharamannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Top