Sebenarnya jujur itu mudah karena mengatakan apa adanya. Sebetulnya lebih susah tidak jujur, karena harus berpikir bagaimana ketidakjujurannya itu bisa meyakinkan. Tidak jujur itu harus punya ilmu ngeling-eling atau mengingat-ingat, sekali tidak ingat akan ketahuan.
Beda dengan bicara jujur, tanpa beban, lepas, tapi kita manusia sudah menjadi naturenya bahwa lebih suka tidak jujur karena sering menguntungkan diri sendiri dan kadangkala bisa cari aman.
Itulah manusia, yang mudah kadang dibikin tidak mudah, yang tidak mudah justru akan mempersulit, tapi disukai. Karena kenyataanya lebih mudah memperoleh keuntungan dari ketidakjujuran daripada kejujuran. Misalnya Korupsi, bukankah dosa berawal dari ketidakjujuran?
Barangkali kita bisa sependapat kalau jujur itu perlu dan penting. Jujur dalam arti tidak berdusta kepada diri sendiri. Para dalang wayang sering memberi contoh Yudistira atau Puntadewa sebagai tokoh yang teramat sangat lega lila lahir bathin, jujur, temen ,lantip, getih putih, tanpa nafsu, dsb. Bahkan tanpa mati langsung aja masuk sorga, bukan main!.
Pada kenyataannya, orang jujur itu sepi, dalam arti sepi dari pergunjingan, sepi dari pemberitaan dan mungkin juga sepi dari pergaulan. Aneh memang, orang jujur kok sepi, bahkan bisa juga kesepian kok.
Kejujurannya tidak membuahkan kisah-kisah menarik, semuanya berjalan seperti kereta api di atas rel. Dan masih banyak contoh-contoh kejujuran kita sehari-hari tetapi sulit diterima oleh sebagian besar masyarakat kita.
Kita hidup memang tidak hanya jujur saja. Kejujuran belumlah cukup menjadi modal untuk hidup.
Jelaslah, kejujuran ternyata belum lengkap jika tidak dibarengi dengan budiluhur dan kepandaian atau ilmu pengetahuan. Budiluhur artinya memiliki moral, moril dan mental yang baik dan kuat. Kapandaian artinya memiliki ilmu pengetahuan yang baik dan berguna. (Tante Paku)
0 komentar:
Posting Komentar